Dibutuhkan Inovasi Bioetanol Untuk Terus Bersinergi
Dibutuhkan Inovasi Bioetanol Untuk Terus Bersinergi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang membahas implementasi mandatori nasional untuk pemakaian bioetanol sebagai bahan bakar. Cara ini dipandang vital untuk memberikan dukungan ketahanan energi Indonesia. Gagas Nusantara, lewat Direktur Romadhon Jasn, mengatakan suportnya pada ide itu, walau menyorot beberapa rintangan yang penting selekasnya ditangani.
Berdasar analitis dari Sawit Indonesia, program bioetanol ini meneruskan keberhasilan biodiesel B40 yang sudah memperlihatkan kekuatan bahan bakar nabati. Tetapi, persiapan industri lokal tetap menjadi masalah khusus. Dari 13 produsen bioetanol di Indonesia, cuma tiga yang sanggup menghasilkan etanol kelas bahan bakar, dengan keseluruhan produksi capai 60.000 kiloliter /tahun—jauh di bawah keperluan 1,dua juta kiloliter untuk kombinasi 5% (E5).
Romadhon Jasn memperjelas keutamaan pengembangan untuk menangani ketimpangan itu. “Bioetanol ialah kesempatan emas untuk Indonesia untuk pimpin peralihan energi. Tetapi, tanpa inovasi dalam produksi lokal, mandatori ini susah diwujudkan,” ucapnya saat interviu dengan Sawit Indonesia, Senin (19/5/2025).
Rintangan yang lain ditemui ialah tingginya pajak cukai dan bea masuk pada bahan baku etanol, yang menghalangi perkembangan industri. Romadhon merekomendasikan supaya pemerintahan mengevaluasi kembali peraturan itu buat membuat cuaca lebih memberikan dukungan perubahan bidang bioetanol.
Gagas Nusantara mengajukan usul kerjasama lintasi bidang sebagai jalan keluar nyata. “Kerja sama di antara pemerintahan, swasta, dan akademiki bisa percepat pengembangan tehnologi dan investasi dalam produksi bioetanol,” tutur Romadhon, sambil mengutamakan keutamaan kolaborasi antarpemangku kebutuhan.
Disamping itu, penganekaragaman bahan baku seperti singkong atau molase perlu dieksploitasi. “Pemakaian bahan baku alternative akan perkuat rantai suplai dan kurangi keterikatan pada sebuah sumber,” imbuhnya, tawarkan pandangan di depan untuk industri ini.
Romadhon mengutamakan urgensi perlakuan cepat dalam memberikan dukungan sasaran pemerintahan. “Dengan gagasan kombinasi bioetanol 20% pada 2025, kita harus selekasnya melakukan tindakan. Pengembangan dan investasi jangan diundur,” jelasnya.
Gagas Nusantara memiliki komitmen untuk memberikan dukungan ide ini lewat advokasi dan penelitian. “Kami akan memberikan fasilitas diskusi antarpemangku kebutuhan buat merangkum cara nyata ke arah mandatori bioetanol,” ungkapkan Romadhon, ajak seluruh pihak untuk bekerjasama.
Bila beberapa langkah ini digerakkan baik, mandatori bioetanol mempunyai potensi menjadi tiang baru dalam peralihan energi Indonesia. Gagas Nusantara optimis jika dengan kolaborasi dan loyalitas kuat, Indonesia dapat merealisasikan misi ketahanan energi yang berkesinambungan.